PARA arsitek dari Meksiko merancang gedung dengan 65 lantai di kedalaman 300 meter di bawah tanah.
Gedung berbentuk piramida terbalik yang rencananya dibangun di pusat ibu
kota Mexico City itu dibuat untuk tiga fungsi, yaitu pertokoan, museum,
dan apartemen yang masing-masing terdiri dari 10 lantai. 35 lantai
lainnya difungsikan untuk perkantoran.
Agar tetap mendapat sinar matahari, atap gedung ini terbuat dari kaca
setebal 240 x 240 meter untuk menyaring cahaya dari luar. Di atasnya
dipasang bendera Meksiko, persis seperti kondisi saat ini, sebelum
gedung piramida ini dibangun.
Pembangunan gedung yang dijuluki “pencakar bumi” itu bertujuan untuk
menghindari penggusuran bangunan-bangunan bersejarah untuk pembuatan
gedung modern.
“Infrastruktur, perkantoran, retail, dan area hunian baru sangat
dibutuhkan di kota ini, tapi tidak ada lahan tersisa,” ungkap Esteban
Suarez, arsitek dari BNKR Arquitectura, seperti dikutip Daily Mail, Rabu
(12/10).
“Pemerintah melarang keras penggusuran bangunan bersejarah dan membatasi
pembangunan gedung hanya sampai 8 lantai. Padahal pusat kota ini
membutuhkan perombakan. Tak ada cara lain selain membangun gedung di
bawah tanah,” lanjut Suarez.
Bentuk piramida yang digunakan dalam pembangunan gedung ini terinspirasi
dari sejarah kuno di negeri Amerika Latin itu. Saat bangsa Aztec tiba
di Valley of Mexico untuk pertama kalinya, mereka membangun piramida di
tepi danau.
Saat kerajaan Aztec semakin berkembang, mereka menambah jumlah piramida
yang dibangun. Alih-alih mencari lokasi baru, nenek moyang penduduk
Mexico itu hanya membangun piramida di sekitar piramida lama.
Kedatangan warga Spanyol di Amerika membuat piramida Aztec nyaris tak
bersisa. Sebagai gantinya, mereka membangun gereja di atas lokasi
piramida. Di abad ke-20, banyak bangunan kolonial yang dihancurkan dan
diganti dengan gedung-gedung modern.
Mungkinkah ide semacam ini ditiru di Indonesia agar tak ada lagi penggusuran?